
Pencetakan Offset adalah cara pencetakan untuk volume tinggi dan secara umum telah dilakukan untuk keperluan komersial. Ciri khas dalam cetak offset yaitu diperlukan penggunaan Film dan Plat cetak (almunium Plate) yang akan dimanfaatkan sebagai media transfer document yang hendak dicetak ke permukaan media kertas, plastik, dll. dan dukumen yang akan dicetak diisi tinta dari roll mesin. Percetakan offset memiliki harga yang cukup tinggi jika volume pencetakan dalam kategori sedikit, karena percetakan offset memerlukan pelat & Film. Satu pelat mewakili satu bidang dokumen, satu warna dan jenis. Semakin banyak jenis dokumen dan warna yang digunakan, jumlah biaya yang harus dibayar pun semakin besar. Selain pelat, harga percetakan offset juga ditentukan oleh jenis kertas, paduan warna, ukuran kertas dan kualitas warna.
Keunggulan dengan pencetakan Offset :
___1. Hasil cetak pada kwalitas warna adalah jauh lebih tahan lama (tidak cepat pudar) dibandingkan menggunakan print digital.
___2. Harga Pencetakan dalam kwantitas banyak akan jauh lebih murah dibandingkan digital print.
___3. Dapat melakukan pencetakan di berbagai permukaan jenis media kertas yang tidak dapat di lakukan oleh mesin digital, seperti dapat mencetak dalam ketebalan kertas sampai 400gr, mampu mencetak pada bidang bermotif seperti Samson, Embossed /Engrave Paper, kertas recycle, dapat mencetak diatas kertas ukuran sampai 100 x 70 cm.
___4. Dapat mencetak pada bidang kertas yang relatif tipis seperti yang sering digunakan untuk Buku Nota NCR, HVS & Dorslag
___5. Dapat menggunakan tinta berjenis Emas, Silver dan bilamana mencetak dengan warna gradiasi Abu-abu (Grayscale) maka hasil akan jauh lebih akurat dari pencetakan digital.
___6. Dapat mencetak dengan tinta Full Block dengan hasil yang tajam dan merata. Pencetakan tinta dengan cara block ini sering dipergunakan untuk pembuatan design type negatif.
PERCETAKAN MURAH *REPUGRAF SURABAYA
Whatsapp. 081216017773
Office :
Jl. Sepat Lidah Kulon Gg. 1 No. 242 Surabaya 60213, Jawa Timur - Indonesia
Tlp./Fax. : 0812 1601 7773
Follow Social Media.
Site : www.republic-grafika.blogspot.com
Site : www.Instagram.com
Site : www.Tiktok.com
Site : Facebook Fanpage
Site : www.Pinterest.com
Email : republicgrafika@ymail.com
Direct Call :
Telkomsel. 0812 7899 9404
Telkomsel. 0812 1601 7773
Sejarah Kota Singaraja: Jejak Sejarah di Bali Utara
Singaraja adalah sebuah kota yang terletak di bagian utara pulau Bali, Indonesia. Sebagai ibu kota Kabupaten Buleleng, kota ini memiliki sejarah yang sangat penting dalam perkembangan Bali, terutama pada masa penjajahan Belanda. Singaraja memiliki pesona alam yang luar biasa, serta budaya dan sejarah yang kaya, yang menarik untuk ditelusuri.
Asal Usul Nama Singaraja
Nama Singaraja berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "Singha" yang berarti singa dan "Raja" yang berarti raja. Secara harfiah, Singaraja berarti "Raja Singa" atau "Raja dari Singa". Nama ini konon dikaitkan dengan legenda tentang seorang raja yang memiliki sifat kepemimpinan yang gagah dan kuat, seperti singa. Hal ini menggambarkan kekuatan dan pengaruh kota ini pada masa lalu.
Sejarah Awal dan Perkembangan
Pada abad ke-16, Singaraja merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Buleleng. Sebelum Belanda datang, Buleleng adalah kerajaan yang berkembang pesat di Bali utara. Singaraja, yang terletak strategis di pesisir, menjadi pusat kegiatan perdagangan, pelabuhan, dan pemerintahan. Kehadiran pelabuhan ini memungkinkan Singaraja untuk menjalin hubungan perdagangan dengan negara-negara lain, baik dari Asia maupun Eropa.
Namun, pada abad ke-19, setelah Belanda mulai menguasai Bali, Singaraja mengalami perubahan besar. Pada tahun 1849, Belanda berhasil menguasai Buleleng dan menjadikan Singaraja sebagai ibu kota pemerintahan kolonial Belanda di Bali. Hal ini berlangsung hingga tahun 1958, ketika ibu kota Kabupaten Buleleng dipindahkan ke Singaraja.
Masa Penjajahan Belanda
Masa penjajahan Belanda meninggalkan jejak yang cukup dalam bagi Singaraja. Pada masa ini, Belanda membangun sejumlah infrastruktur, seperti jalan-jalan, gedung-gedung pemerintah, dan fasilitas publik lainnya. Singaraja juga menjadi pusat pendidikan, dengan dibukanya sekolah-sekolah yang mengajarkan bahasa Belanda, serta memperkenalkan sistem pendidikan modern yang lebih terstruktur.
Namun, tidak hanya dalam hal infrastruktur, penjajahan Belanda juga mempengaruhi budaya dan masyarakat setempat. Banyak penduduk asli Bali yang bekerja di perkebunan dan pelabuhan, serta mengikuti berbagai kebijakan kolonial yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda.
Pasca Kemerdekaan dan Kota Singaraja Modern
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Singaraja tetap menjadi bagian penting dalam perkembangan Bali, meskipun status ibu kota provinsi Bali kemudian dipindahkan ke Denpasar pada tahun 1958. Meskipun demikian, Singaraja tetap menjadi pusat ekonomi dan budaya di Bali utara.
Saat ini, Singaraja tidak hanya dikenal sebagai kota bersejarah, tetapi juga sebagai tujuan wisata. Banyak wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alamnya, seperti Pantai Lovina yang terkenal dengan lumba-lumbanya, serta mengunjungi situs-situs bersejarah seperti Puri Agung Buleleng dan berbagai bangunan peninggalan zaman kolonial.
Warisan Budaya dan Sejarah Singaraja
Singaraja adalah tempat yang kaya akan warisan budaya dan sejarah Bali. Bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh hingga saat ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang kota ini. Selain itu, Singaraja juga memiliki berbagai upacara adat dan tradisi Bali yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya. Hal ini menjadikan Singaraja tidak hanya sebagai kota bersejarah, tetapi juga sebagai tempat yang memadukan antara budaya lokal dan pengaruh luar yang kaya.

























































