KOMPAS.com - Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang pernah diberi status sebagai daerah istimewa.
Terletak di ujung barat Indonesia, Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Nusantara.
Pengaruh agama dan kebudayaan Islam memang begitu besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya, hingga Aceh mendapat julukan Serambi Mekkah.
Namun, tahukah Anda dari mana asal-usul nama Aceh dan bagaimana sejarahnya?
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Banyuwangi
Asal-usul nama Aceh
Berasal dari kata "Aca, Aca, Aca"
Asal-usul nama Aceh memiliki banyak versi. Namun, kebanyakan berasal dari mitologi, cerita rakyat, atau dongeng.
Salah satu cerita rakyat memaparkan bahwa dulu ada sebuah kapal Gujarat (pedagang dari India) yang berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai Tjidaih.
Para anak buah kapal Gujarat tersebut lantas naik ke darat dan pergi ke kampung Pande. Akan tetapi, dalam perjalanan tiba-tiba hujan turun, sehingga mereka harus berteduh di bawah sebuah pohon.
Pohon tersebut terlihat sangat rindang dan indah. Berkat keindahannya, mereka pun memuji pohon itu dengan kata aca, aca, aca, yang artinya indah.
Konon, dari kata aca itulah kemudian lahir nama Aceh.
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Binjai
Berasal dari kata "telah lahir"
Versi lain menyebut bahwa pada zaman dulu konon ada seorang istri raja yang hendak melahirkan dan kemudian menjadi bahan perbincangan penduduk.
Mereka pun mengabarkan berita kelahiran tersebut dengan mengatakan ka ceh, yang artinya telah lahir.
Dari peristiwa inilah kabarnya nama Aceh terbentuk.
Berasal dari kata "tidak pecah"
Sementara itu, ada versi lain juga yang menyebutkan bahwa nama Aceh terbentuk dari kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah, sehingga Aceh berarti tidak pecah.
Berasal dari kata "Acchera Vaata Bho"
Dalam versi lain diceritakan pula tentang perjalanan Budha ke Indochina dan Kepulauan Melayu.
Ketika sang Budha sampai di perairan Aceh, ia melihat sebuah cahaya beraneka warna di atas sebuah gunung, atau pelangi.
Begitu melihat cahaya tersebut, sontak sang Budha pun berseru "Acchera Vaata Bho" yang berarti "alangkah indahnya". Dari ucapan inilah diduga lahir nama Aceh.
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Kota Ambon
Berasal dari Suku Mantir
Kalangan sejarawan dan ilmuwan mengatakan bahwa asal-muasal nama Aceh berasal dari suku Mantir (Manteu), yang ribuan tahun silam sempat hidup di hutan belantara Aceh.
Konon katanya, penduduk suku Manteu memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding orang Aceh sekarang.
Sejarah Aceh
Masa praserajah
Sejak zaman Mesolitikum, diketahui bahwa Aceh sudah dihuni oleh manusia. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya situs bukit kerang atau kjokkenmoddinger yang diklaim sebagai peninggalan zaman tersebut di Kabupaten Aceh Tamiang.
Selain itu, penggalian di Situs Desa Pangkalan menghasilkan temuan berupa artefak peninggalan dari zaman Mesolitikum.
Artefak yang dimaksud berupa kapak Sumatralith, fragmen gigi manusia, tulang badak, dan beberapa peralatan lainnya.
Selanjutnya, peninggalan kehidupan prasejarah juga ditemukan di Gayo, tepatnya di Ceruk Mendele dan Ceruk Ujung Karang.
Penemuan benda-benda prasejarah tersebut lantas membuktikan bahwa Aceh sudah dihuni oleh manusia sejak 7.400 hingga 5.000 tahun yang lalu.
Masuknya Islam
Aceh disebut-sebut sebagai tempat dimulainya penyebaran agama Islam di Nusantara.
Namun, masih terjadi silang pendapat terkait sejak kapan Islam pertama kali tersebar di kota Aceh.
Ada yang berpendapat bahwa Islam mulai tersebar di Aceh sejak masa Kekhalifahan Utsman bin Affan, tetapi hal ini masih belum bisa dibuktikan.
Sebagian lainnya ada yang berpandangan bahwa Islam mulai datang ke Aceh sejak tahun pertama Hijriah (618 M).
Periode Kesultanan Aceh
Sekitar abad ke-14, Aceh menjadi ibu kota Kesultanan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah.
Kesultanan Aceh sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri sebelumnya.
Baca juga: Kerajaan Aceh: Raja-raja, Puncak Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan
Selain itu, munculnya Kesultanan Aceh Darussalam juga tidak terlepas dari adanya Kerajaan Islam Lamuri.
Kemudian, pada awal abad ke-16, Kesultanan Aceh sudah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Barat, salah satunya Kesultanan Utsmaniyah atau Turki Ottoman.
Masih di waktu yang sama, Kesultanan Aceh juga terlibat perebutan kekuasaan dengan negara Barat.
Pertama, Aceh terlibat perebutan kekuasaan dengan bangsa Portugis, lalu dengan Inggris, dan terakhir Belanda.
Setelah terlibat perang sengit selama lebih dari tiga dekade, Aceh terpaksa tunduk kepada Belanda pada awal abad ke-20.
Baca juga: Mengapa Belanda Sulit Menaklukkan Aceh?
Masa pendudukan Jepang
Ketika Jepang masuk ke Indonesia, tokoh-tokoh pejuang Aceh meminta bantuan mereka untuk mengusir Belanda.
Pada 1940, negosiasi antara Aceh dan Jepang dimulai. Dua tahun berselang, yakni tahun 1942, akhirnya diputuskan kekuatan militer Jepang boleh mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar.
Upaya Jepang mengusir Belanda dengan dibantu oleh Aceh pun membuahkan hasil.
Pasca-kemerdekaan Indonesia
Sejak tahun 1976, terbentuk sebuah organisasi bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bertujuan untuk memisahkan Aceh dari Indonesia.
Adanya GAM lantas memicu terjadinya konflik antara Aceh dengan pemerintah Indonesia.
Penyebab terjadinya konflik sendiri karena adanya perbedaan pendapat tentang hukum Islam, ketidakpuasan atas distribusi sumber daya alam di Aceh, dan peningkatan jumlah orang Jawa di Aceh.
Sejak saat itu, konflik antara keduanya terus berlangsung. Perselisihan baru berhasil diselesaikan setelah terjadi bencana gempa bumi dan tsunami besar di Aceh pada 26 Desember 2004.
Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka: Latar Belakang, Perkembangan, dan Penyelesaian
Tragedi tersebut memaksa para pihak yang bertikai untuk saling berunding terkait penyelesaian konflik.
Pada akhirnya, tanggal 15 Agustus 2005, pemerintah Indonesia dan Aceh sepakat untuk menandantangani perjanjian damai di Finlandia.