KOMPAS.com - Kota Kendari merupakan ibu kota Sulawesi Tenggara.
Kendari sebagai ibu kota provinsi ditetapkan pada Penerbitan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 jo. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964.
Sejak dulu, Teluk Kendari yang berada di tengah Kota Kendari menjadi jalur persinggahan para pelaut nusantara maupun Eropa dari dan ke Ternate atau Maluku.
Penamaan Kendari berasal dari kata Kandai, yang artinya alat dari bambu atau kayu yang dipergunakan penduduk Knedari untuk mendorong perahu.
Dari kata Kandai inilah inilah kemudian diabadikan menjadi kampung kandai dan pengembangan kata Kandai dari berbagai literatur terakhir disebut Kendari
Sejarah Kota Kendari
Terbentuknya, Kota Kendari berawal dari terbukanya Teluk Kendari yang menjadi pelabuhan para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis. Mereka datang dan bermukim di sekitar Teluk Kendari.
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Kota Kendari
Awal abad ke 15, Kartografi Portugis kuno menunjukkan adanya perkampungan di Pantai Timur Celebes atau Sulawesi yang dinamakan Citta dela Bala di pesisir teluk yang bernama Baia du Tivora yang identik dengan Teluk Kendari.
Dalam sastra lisan tua suku Tolaki, wilayah Teluk Kendari disebut dengan nama Lipu I Pambandahi, Wonua I Pambandokooha merupakan salah satu daerah di pesisir timur Kerajaan Konawe.
Pada 1828, seorang pelaut bernama Jacques Nicholas Vosmaer mendapat tugas dari gubernur jenderal Hindia Belanda untuk melakukan observasi terhadap jalur perdagangan di pesisir timur Sulawesi.
Peta pertama Teluk kendari dibuat pada 9 Mei 1831. Sejak, 6 Februari 1835, Teluk Kendari disebut sebagai Vosmaer's Baai atau Teluk Vosmaer melalui Surat Keputusan Jenderal Van Den Bosch di Batavia.
Baca juga: 6 Fakta Menarik Pasuruan, Kota Santri yang Kaya Budaya
Dalam catatan perjalanan yang berjudul Korte Beschrijving van het zuid oostelijk schiereiland van Celebes, Vosmaer menuliskan tertarik akan keindahan Teluk Kendari.
Setelah mendapatkan izin dari Tebau sebagai penguasa wilayah timur Kerajaan Konawe (1832), Vosmer kemudian mendirikan kantor dagang. Ia juga membuatkan istana Raja Tebau, yang sebelumnya bermukim di Lepo-lepo.
Pada awal abad ke 19 sampai dengan kunjungan Vosmaer (orang Belanda) pada 1831, Kendari merupakan tempat penimbunan barang (pelabuhan transito).
Karena alasan tersebut menjadi titik tolak perkembangan Kendari menjadi pusat kota pemerintahan dan perdagangan.
Baca juga: Sejarah Kota Jayapura, Ibu Kota Papua, Kota yang Pernah Bernama Hollandia
Pembentukan Kendari Sebagai Ibu Kota dan Kota
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, Kendari hanya seluas sekitar 31,40 km2 saat itu yang merupakan wilayah kawedanaan sekaligus ibu kota Onder Afdeling atau bun Ken Laiwoi.
Kendari berubah dari ibu kota kecamatan menjadi ibu kota Kebupaten Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959.
Penerbitan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Jo serta Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 ditetapkan Kendari sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara yang masih terdiri dari dua wilayah kecamatan.
Dua wilayah kecamatan tersebut, yaitu Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan pertambahan luas wilayah sekitar 75,76 km2.
Baca juga: 5 Fakta Menarik Kutai Timur, Kabupaten Penyangga Ibu Kota Negara yang Kaya Sumber Daya Alam
Kemudian pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1978 mengubah Kendari menjadi Kota Administratif yang meliputi tiga wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kendari, Mandongan, dan Poasia dengan 24 desa.
Seiring dengan pertumbuhan Kota Kendari, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1995 dikeluarkan untuk menentapkan Kota Kendari sebagai Kota Madya Daerah Tingkat II dengan luas wilayah sekitar 292,89 atau 0,7 persen dari luar wilayah daratan Sulawesi Tenggara.
Sumber: kendarikota.go.id
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.