WAKATOBI – Kabupaten Wakatobi tidak hanya menawarkan terumbu karangnya yang mempesona, daerah yang dikenal sebagai kepulauan tukang besi ini juga memiliki berbagai situs peninggalan sejarah. Salah satu situs yang patut dikunjungi wisatawan adalah situs benteng-benteng yang hingga kini masih berdiri kokoh, diantaranya benteng yang tidak luput dari pusat perhatian adalah benteng Keraton Liya di pulau Wangi-wangi.
Secara administrasi Benteng Keraton Liya berada di desa Liya Togo. Berbeda dengan benteng buatan kolonial Vredeburg di Yogyakarta atau Benteng Marlborough di Bengkulu, Benteng Keraton Liya terbuat dari susunan batu kapur yang begitu rapi dan kokoh terbentang sepanjang 30 hektar. Dari cerita masyarakat setempat, batu-batu yang tersusun tersebut direkatkan hanya dengan menggunakan telur.
Saat Berada diatas benteng, akan terlihat jelas wilayah laut utara, timur dan selatan. Benteng Liya terdiri dari empat lapis dengan 12 Lawa (Pintu), 12 lawa tersebut merupakan pintu keluar yang difungsikan masyarakat kerajaan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Sejarah mengenai Keberadaan benteng ini tidak terlepas dari sejarah kemasyuran kesultanan Buton.
Di dalam benteng terdapat masjid tua yang dibagun pada tahun 1546 atau delapan tahun setelah pelantikan Sultan Buton Pertama Sultan Marhum pada tahun 1538. masjid ini bernama masjid Mubarok namun lebih dikenal dengan nama masjid Keraton Liya. Prosesi pelaksanaan shalat Jumat memiliki kemiripan dengan pelaksanaan shalat Jumat di Masjid Gantarang Selayar, Buton dan di daerah pelosok Bogor, yakni khatib masih memegang tongkat ketika berdiri diatas mimbar.
Di hadapan sisi kiri masjid, terdapat tempat pemakaman. Makam-makan yang berada di dataran paling tinggi Liya ini Bentuknya tidak seperti bangunan makam pada umumnya. Makam cukup lebar ditandai dengan barisan batu karang yang ditanam ke tanah. Sementara, area makam dikelilingi pagar batu dan bunga kamboja. Menurut cerita legenda, makam tersebut adalah tempat peristirahatan terakhir seorang pemuda bernama Talo-Talo, pemuda sakti yang diberi daerah kekuasaan Liya Togo oleh Kesultanan Buton karena dianggap berjasa ketika diberi tugas menyelesaikan konflik di salah satu negeri bagian.
Benteng bersejarah ini berada di pulau Wang-wangi, kecamatan Wangi-wangi Selatan. Menuju ke benteng Keraton Liya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat dengan jarak tempuh sekitar 10 kilometer dari pusat kota. Tempat ini cukup mudah dijangkau sebab kita hanya akan mengikuti jalan poros yang melewati jalur pesisir. Diperjalanan anda bisa menyaksikan secara langsung aktivitas masyarakat nelayan Wangi-wangi.
Memasuki area benteng, kita akan disuguhkan dengan pemandangan rumah panggung yang terbuat dari papan kayu. Warga setempat tetap konsisten mempertahankan rumah kayu semi permanen sebagai tempat tinggal. Di pagi hari kita akan berjumpa dengan Ibu-ibu yang sedang homoru (menenun) Leja (Sarung tradisional). Masyarakat Liya Togo pun masih mengedepankan sistem gotong royong seperti pembangunan fasilitas umum maupun acara-acara adat istiadat.
Kontributor : Samidin
Editor : Sumarlin
Recover your password.
A password will be e-mailed to you.